Halaman

Kamis, 19 Februari 2009

TELUR

Kita sering mendengar kisah ini, sebuah telur rajawali ditemukan seorang petani dan menaruhnya di sebuah kandang ayam. Akhirnya telur ini menetas dan muncullah seekor anak rajawali di kerumunan ayam. Sepanjang hidupnya anak rajawali ini berpikir dan bertindak sebagai ayam, dan di kisah tersebut anak rajawali ini mati sebagai seekor ayam.
Sesuai dengan kenyataan bahwa di dunia ini banyak sekali kemungkinan, maka kita bisa melihat beberapa kemungkinan dari cerita ini :

1. Kisah kedua adalah bahwa anak Rajawali ini benar-benar menjadi rajawali.
Di episode ketika anak rajawali ini melihat seekor burung besar melintas di atas kandangnya....dia bertanya kepada saudara-saudaranya burung apakah itu, saudara-saudaranya mengatakan bahwa itu adalah seekor rajawali. Nah sejak hari itu anak rajawali ini mulai muncul kesadarannya tentang siapa dirinya. Anak rajawali ini mulai bertindak sesuai dengan kesadaran dan naluri seekor rajawali. Dan kita bisa mengetahui kelanjutannya, suatu hari anak rajawali ini akan terbang melintasi langit sesuai dengan kodrat dirinya.

2. Kisah ketiga adalah tentang sebutir telur ayam yang dibawa oleh seorang petani. Telur ayam ini jatuh di tengah sawah, dan ditemukan oleh seekor rajawali. Rajawali ini membawa telur ayam ini jauh tinggi ke atas bukit karang dan menaruhnya di sarang diatara telur-telur rajawalinya. Telur ini dierami dan akhirnya juga menetas dan lahirlah seekor anak ayam di tengah-tengah rajawali. Anak ayam ini diajari berbicara, berpikir, dan bertindak seperti seekor rajawali, bahkan mungkin induk rajawali akan terus menerus mengatakan kepada anak ayam ini "Kamu anak rajawali!" "Kamu anak rajawali!" "Kamu anak rajawali" dan anak ayam ini juga terus menerus melakukan affirmasi dan "pengakuan iman" bahwa "aku ini anak rajawali". Anak ayam ini mampu berbicara, berpikir , betindak seperti rajawali, tetapi ada satu hal yang selama hidupnya dia tidak bisa lakukan walaupun dilatih berkali-kali....anak ayam ini tidak mampu terbang sampai hari kematiannya.

Dari ketiga cerita tersebut, kita bisa melihat bahwa sebuah paradigma ternyata tidak bisa merubah sebuah kodrat/jati diri. Sebuah paradigma mungkin bisa merubah keadaan/ situasi, tetapi tidak bisa merubah sebuah jati diri.Anak rajawali itu mampu terbang karena memang dia memang seekor rajawali dan anak ayam itu walaupun diberikan ribuan kali perubahan paradigma tetap saja dia seekor anak ayam, karena DNAnya bukan rajawali, cetak birunya tidak bisa berubah dengan hanya merubah paradigmanya. Jadi kita bisa menyimpulkan bahwa kemaksimalan hanya bisa tercapai dengan penemuan jati diri yang sesungguhnya, setelah jati diri (being) ditemukan maka kehidupan akan berjalan di relnya. Anak rajawali akan maksimal dengan berlaku sebgai rajawali, dan anak ayam akan maksimal dengan berlaku sebagai anak ayam dan bertumbuh sebagai ayam. Rajawali tetap rajawali dan ayam tetap ayam, kecuali sebuah rekayasa genetika terjadi.

Siapakah jati diri kita?
Kita diciptakan segambar dan serupa dengan Allah (kejadian 1:26).
Tuhan katakan bahwa kita ini bangsa yang terpilih, Imamat yang Rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri. Firman Tuhan bukanlah sebuah paradigma, Firman Tuhan adalah sebuah realita. Paradigma bisa berubah, tetapi Firman Tuhan tidak bisa berubah. Jadi kita harus bersyukur bahwa jati diri kita di mata Tuhan bukanlah sebuah paradigma, melainkan sebuah realita. DNA kita adalah DNA ilahi dari mulanya, oleh sebab itu adalah mungkin bagi kita untuk berpikir, bertidak , dan berlaku sesuai dengan potensi ilahi kita, bukan berdasarkan sebuah paradigma, tetapi berdasarkan sebuah penemuan realita sesuai dengan Firman Tuhan.
Dan akhirnya mari kita pikirkan bersama, apakah tulisan ini sebuah paradigma?

Minggu, 15 Februari 2009

Teknologi dan waktu bersama Tuhan

Beberapa edisi yang lalu di sebuah renungan harian ada sebuah artikel yang membahas tentang kemajuan teknologi dan hilangnya waktu bersama Tuhan.
Teknologi diciptakan untuk memudahkan kehidupan manusia supaya lebih cepat dan lebih mudah. Tetapi mengapa teknologi yang lebih cepat dan lebih mudah justru membuat manusia mempunyai waktu yang lebih sedikit dan menjadi lebih sibuk?
Berikut ini adalah alasan-alasan di balik fenomena tersebut.

1. Karena teknologi membutuhkan biaya.
Supaya lebih mudah dan lebih cepat, sebuah microwave, rice cooker, handphone, komputer, mobil, motor , membutuhkan biaya. Untuk membiayai semua ini, manusia harus bekerja lebih keras. Rice cooker memerlukan listrik, handphone memerlukan pulsa, dan mobil/ motor memerlukan bahan bakar dan biaya perawatan. Secara tidak sadar manusia akhirnya harus bekerja sangat keras untuk membiayai alat-alat yang ditemukan dan diciptakannya sendiri. Dan dalam usahanya itu diperlukan waktu berjam-jam untuk menghasilkan pendapatan guna menutup biaya-biaya tersebut. Dengan demikian sebagian pertanyaan mengapa manusia menjadi lebih sibuk dan kehilangan waktu telah terjawab.
2. Karena teknologi telah menjadi sebuah simbol status yang baru.
Tanda-tanda kemakmuran, lambang-lambang status dan kesuksesan telah mendapatkan namnya dalam merek-merek terkenal mulai dari pakaian hingga kendaraan. Nah, manusia berjuang keras untuk mendapatkan dan mempertahankan lambang-lambang ini. Di tingkat ini teknologi telah mengalami peningkatan peran bukan saja sebagi alat bantu tetapi sebagai jati diri. Gelombang ini menimbulkan generasi high tech yang cenderung hedonis. Bahkan sering ditemui segala macam cara ditempuh mulai dari menjadi workalcoholic, sampai harus berbuat jahat untuk mendapatkannya. Dan imbasnya juga mempengaruhi hubungan dengan Tuhan, manusia menjadi sibuk dan jarang berdoa, atau berdoa juga tetapi doa-doanya dipenuhi dengan permintaan akan barang-barang elektronik dan mesin-mesin. Mungkin jika kita diijinkan melihat buku permintaan di Surga, akan bertaburan berbagai merek-merek terkenal memenuhi buku permintaan di Surga, dan sebagian di antaranya disertai doa dan puasa. Mungkin karena ini juga hikmat terbesar manusia saat ini adalah menemukan alat-alat baru karena Surga begitu baik untuk mengijinkan teknologinya digunakan oleh manusia. Pertanyaannya, apakah kita harus kembali ke jaman Batu?
Manusia tidak perlu kembali ke jaman batu, tetapi yang perlu dirubah dalah paradigmanya tentang pemenuhan kebutuhan. Teknologi berkembang dengan kecepatan menit dan tidak mungkin terbendung. Meninggalkan teknologi berarti sama dengan membiarkan diri kita tertelan arus dan jauh tertinggal. Yang perlu kita lakukan adalah rethinking the needs and activities. Kebutuhan utama kita yang terutama adalah Tuhan. dan Tuhan yang harus menjadi prioritas. Sekali kita menemukan prioritas ini, kita tidak akan terjebak dalam perlombaan yang menghancurkan di dalam gaya hidup. Prioritas yang tepat akan menjadikan kita mampu menentukan apa yang penting dan tidak penting, selanjutnya kita bisa menentukan apa yang menjadi kebutuhan utama kita di dalam prioritas tersebut.
Tuhan kan memberikan teknologi yang kita perlukan beserta biayanya ketika kita memang memerlukannya tanpa harus mengorbankan sebuah hal terpenting di dalam kehidupan yaitu relasi/hubungan dengan Tuhan. Jadi kita bisa mempunyai waktu lebih banyak untuk menjalin hubungan dengan Tuhan, tanpa harus memaksa Tuhan memberi kita sebuah BMW ketika kita tidak memerlukannya.
Rethinking the needs anda activities! Kebutuhan utama kita adalah Tuhan, Aktifitas-aktifitas kita harus menghasilkan sebuah hubungan. Sebuah hubungan akan menghadirkan kerajaan Allah dalam hidup kita. Ketika kerajaan Allah hadir dalam hidup kita, itu berarti adalah segalanya!
Allah kita akan memenuhi segala keperluan kita menurut kekayaan dan kemuliaanNya dalam Kristus Yesus.
Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaranNya maka semuanya akan ditambahkan kepadamu.